Jumat, 17 Juni 2011

Efek Negatif Sertifikasi Guru

SATU lagi kontradiksi program sertifikasi guru, mencuat ke masyarakat. Ada tiga guru di Banjarmasin yang masuk dalam daftar berita acara pemeriksaan (BAP) di Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Banjarmasin.
Ketiganya tersandung kasus indisipliner yaitu bolos mengajar. Kalau bolos mengajar satu dua hari, apalagi dengan surat keterangan izin, tentunya merupakan hal wajar. Tetapi, ketiganya kerap melakukan aksi bolos tersebut.


Tidak tanggung-tanggung, total mereka tidak masuk kelas tanpa keterangan pendukung adalah 55 hari!

Ini bukan jumlah membolos yang biasa. Apalagi di kalangan pengajar yang nota bene kehadirannya di kelas, wajib hukumnya. Kecuali untuk alasan sakit dan keperluan mendesak.

Catatan bolos itu terjadi selama Januari hingga Mei 2011. Bila satu hari seharusnya seorang guru harus mengajar enam atau tujuh jam, itu berarti ketiganya telah meninggalkan murid-murid untuk 330 jam mata pelajaran. 

Pada jam-jam itulah, murid-murid mereka dibiarkan berkeliaran, karena memang demikian kebiasaan umum di kalangan sekolah kita. Artinya pula, murid-murid itu, tidak memperoleh haknya untuk mendapatkan pelajaran, padahal orangtua mereka sudah mengeluarkan uang untuk membayar biaya pendidikannya.

Yang lebih tidak adil lagi adalah ketiga guru yang suka bolos itu berstatus pemegang sertifikasi.

Padahal di kalangan pendidik sudah paham bahwa untuk bisa sampai pada status sertifiksi, harus melalui proses yang tidak mudah. Ada sejumlah poin dan data pendukung yang diperlukan, salah satunya adalah standar jam mengajar.

Dan, standar jam mengajar itu tidak hanya diperlukan pada saat mengajukan proses sertifikasi, tetapi juga ketika sudah mendapatkannya. Karena akan ada sanksi berupa peninjauan ulang tunjangan sertifikasi bagi guru yang ternyata melalaikan tugas.  

Kita boleh memberikan dukungan kepada kepala sekolah yang melaporkan ketiga bawahannya itu ke Dinas Pendidikan agar bisa diproses sebagaimana mestinya.

Kita juga mengharapkan pihak Dinas Pendidikan untuk bisa bersikaf tegas dalam memberikan sanksi di kemudian hari. Apakah berupa pencabutan tunjangan sertifikasi atau sanksi administrasi lainnya.

Ini perlu, mengingat, sebenarnya sudah sering kita mendengar bahwa ada oknum guru yang mengalami kemunduran disiplin mengajar setelah mendapat sertifikasi.

Padahal tunjangan sertifikasi diberikan karena prestasi yang sudah dijalankan dan terus dituntut untuk mempertahankan prestasi tersebut.

Bila pihak Diknas tidak memberikan sanksi tegas, dikhawatirkan aksi bolos tiga guru ini justru akan menjadi semacam preseden dan kecemburuan guru lainnya.

Dan, bila tidak diberikan sanksi sesuai pula, sangat boleh jadi justru akan diikuti guru-guru lainnya yang selama ini sudah memiliki gejala seperti itu.

Jangan sampai aksi bolos mengajar guru bersertifikasi ini berkembang bagai gunung es. Artinya, hanya tiga orang yang muncul ke permukaan, padahal ada puluhan bahkan ratusan yang melakukan hal sama.

Peranan kepala sekolah sebagai penanggung jawab, jelas sangat diperlukan. Tetapi, itu tidak cukup, masih harus didukung keberanian pihak Diknas untuk menerapkan sanksi tegas tersebut.

Yah.. itulah efek negatif setifikasi guru..
Source: http://banjarmasin.tribunnews.com